Minggu, 08 Maret 2009

Menangisi keterwakilan

Jikalau setiap tetes airmata dapat mewakili setiap tusukan ke hati,
mengamati mereka yang berkata mewakiliku..kemana banjir kekecewaanku bisa ditampung?
Tuhan Yang Kuasa, Yang bertahta diatas semua yang berkuasa..masih sehatkah jiwaku? ketika aku mengharapkan sesuatu yang lebih? lebih dari dagelan politik yang memenuhi layar kaca dan sampah 'pilihlah aku!' berwarna warni dipinggir jalan?

Aku sadar bahwa semua berada dalam kedaulatanMu. Aku tahu bahwa tak ada yang terjadi tanpa sepengetahuanMu. Tuhan, setiap lembar ingatanku menangis untuk bangsaku. Terlalu sombongkah aku Tuhan? ketika aku berharap diwakili oleh mereka yang setidaknya memiliki sedikit kemampuan? kemampuan untuk menangis bersama rakyat yang diwakilinya?

Mimpi disiang bolongkah aku Tuhan? ketika aku mengharapkan kecerdasan emosional wakilku yang setidaknya lebih dari seorang anak yang berguling dilantai karena kemauannya tidak dituruti? Mabukkah aku Tuhan, ketika aku mengharapkan tokoh yang tidak berkosa kata pencitraan politik?tidak berkosakata preman?tetapi berkosa kata nurani?

Tuhan, sesak napasku melihat kemunafikan dan keangkuhan diagungkan. Saling mengaku sukses, devaluasi kecerdasan emosional bagaikan bukan manusia lagi. Jikalau ini yang harus kupilih, haruskah aku melupakan cita-cita luhur bangsa ini? Haruskah aku membakar dan memusnahkan setiap ingatan akan falsafah dan tujuan negara ini didirikan?

Dalam sudut pikiran yang terdalam, kutersenyum sinis dan pragmatis..ah kenapa susah?siapapun mahluk yang kupilih, takkan hadir dalam paripurna, suatu proses formalitas..suatu legalisasi penggunaan uang rakyat..memberi kemakmuran kepada yang lupa dengan rakyat. Amnesia total sepanjang tahun, hanya ingat setiap 5 tahun, ketika janji surgawi bertebaran bagaikan pasir ditepi pantai. Semerbak senyum dan topeng diri beraneka warna.

Tuhan mungkinkah lahir? setitik kebenaran yang murni?diantara janji-janji manis yang memenuhi langit nusantara? Dimanakah semangat para pendiri bangsa?seakan tak tersisa..ditengah lautan preman dan artis yang memenuhi senayan. Wakil rakyat telah menjadi profesi paling diminati dalam bursa kerja masa kini..segelintir tersisa yang mengingat misinya. Semakin tidak terdengar ditengah lautan teriakan kepentingan diri dan partai politik.

Tuhan masih mampukah kebenaran dan kejujuran menerobos?menerobos lumpur pekat kepentingan dan gerombolan partai yang tak ada habisnya?mungkinkah aku masih bisa melihat Sjahrir baru, Hatta baru..Baharrudin Lopa baru..Munir baru? Ketika mereka yang mewakili suara bangsaku masih berjuang mempertahankan nurani? ketika mereka yang bersuara memiliki kompetensi pemikiran yang lebih dari sekedar berorasi, loyalitas kepada partai politik dan diri?

Tuhan sampai kapan aku harus menangis?Gilakah aku jika hatiku menangis untuk pesta demokrasi ini?menangisi setiap sen yang terbuang untuk mengkampanyekan kepalsuan dan kebohongan publik?menangisi setiap perhatian yang diahlihkan dari derita porong sidoarjo, dari sekolah kandang ayam, dari tebang pilih? menangisi rakyat yang seakan tak punya pilihan lain..

Tak punya pilihan lain selain menipu diri, mengibur diri dengan mahluk halus setan dan kuntilanak yang memenuhi bioskop nusantara. Melarikan diri dari kenyataan bahwa penderitaan dan janji yang tak terpenuhi. Kasihan para kuntilanak, genderuwo, buto, pocong nusantara ini, tak lagi angker dan ditakuti, diturunkan derajatnya menjadi hiburan keluarga. Lebih menawarkan kepastian dan kenyamanan daripada memikirkan ulah sebagian wakil rakyat.

Prologue in March

Inspired..and err.. some borrowed phrases from Shakespeare's Henry V courtship:

If I could win a lady with my eloquence, or by vaulting into my ornate life plans of never ending complexity,under the correction of bragging be it spoken, I should quickly leap into a wife. Or if I might write endless poems for my love, or bound all my talents for her favors.

I could talk people's ear off, and sing and dance like a troubadour.

But before God, my dear, I can't help look greenly, nor I can sustain my eloquence in your presence. Nor I have cunning enough in reserve; only preconceived meticulous plans, which failed me completely, wither in early exposure, trapped and exposed in your lovely questioning.

If thou canst love a fellow of this temperament, my dear. Whose face is not worth of raging female hormones, that never looks in his glass for utmost confidence of self manliness. Let thy eyes be temperate in judgment.

I speak of thee as my plain self; if thou canst learn to love me for this, take me; if not to say to thee that I shall mourn, is true; but for thy heart, God's willing! that love may grow.

And while thou livest my dear; take this fellow who seek his purpose of being everyday, too complicated it may seems, embracing concerns and dreams beyond his might; for he humbly seek the gift to do thee right. For gift of certainty he has but few; nor promises of infinite tongue can rhyme an offer that sums greater than the Creator's will.

A good brain will fall, a straight adulation will stoop; a casket overflowing with possessions may run dry, but a heart that is constant and true is like the sun, for it shines brightly in adversity. As joy and sorrows hands intertwined, a course as true in our Sovereign Creator's eyes.

If thou would have such a one, take me; take me, take the one whose weakness and strength intertwines and stretches for thy hands to unravels, to hold; take a man who dare not promise a life without pain, but with humility and tears be accountable to any offenses.

And what sayest thou, my fair friend
May my words not failed me, express my heart fairly, I pray thee

Kamis, 30 Oktober 2008

gambar ini sih...moo-moo ingin mempelajari bagaimana kemampuan wakil rakyat kita untuk berkonsentrasi pada apa yang dianggap penting dalam kehidupan bangsa ini...

Politik pencitraan ala Lapindo

Dear friends of moo-moo, 2 tahun lebih sudah berlalu..tak kunjung usai..moo-moo ingin mengenang sedikit pembelaan para 'ilmuwan' sewaan Lapindo mengenai manfaat dari bencana lumpur bagi umat manusia...

Selasa, 07 Oktober 2008

What (my) Life means?

Good moo-rning Pembaca terkasih,

moo-moo sedang bermelankolik sayu hari ini..Kemarin moo-moo ngobrol dengan seorang mahasiswi yang sudah menjadi rekan. moo-moo sedih bercampur senang diberi kesempatan memeriksa kembali apa yang moo-moo pikirkan tentang hidup:

  1. moo-moo jadi ingat soal aksiologi, filsafat yang belajar tentang nilai..juga kepikiran soal hermeneutik, filsafat soal menafsir..hmm..kenapa ya para tokoh pemikir dari abad ke abad suka banget mikirin hal ini?apa sih pentingnya?sampe-sampe semua filsuf segala jaman berpusing ria (terus bikin generasi berikutnya ikut pusing karena harus belajar) soal nilai dan menafsir?..oooo (bulet deh muka moo-moo)..pantes..tidak ada manusia..termasuk moo-moo yang bisa hidup tanpa arti dan nilai..tanpa menafsirkan arti..dari keputusan paling sepele sampai yang paling rumit!

  2. kok moo-moo ngomongin filsafat?bosenin banget!(sabar ya..pemirsa hehehe)..karena ngobrolnya dimulai dari topik bulan september yang kurang ceria...alkisah bulan september adalah bulan apresiasi penghasilan. Dalam kondisi ekonomi lokal yang tidak sehat saat ini jelas banget bahwa bulan september kali ini tidak seceria biasanya. Ketidakceriaan itu simptom ringan..tidak puas, kemarahan dan kekecewaan juga banyak.

  3. kalo moo-moo kecewa itu apa sih awalnya?pasti ada hubungannya dengan ekspektasi, penilaian diri, pembandingan dengan orang lain. ekspektasi, penilaian diri dan perbandingan sumbernya apa sih?sumbernya pasti dari dalam diri, bagaimana moo-moo menilai diri sendiri, bagaimana moo-moo menilai orang lain, bagaimana moo-moo mentargetkan apa yang moo-moo inginkan dalam hidup, pekerjaan, karier, cinta, pasangan dan apa saja...

  4. wah..susah banget ya! ternyata moo-moo adalah sapi yang kompleks (belom sampai gangguan kejiwaan lho). tapi..moo-moo bukan satu-satunya, setiap sapi..eh manusia punya kompleksitas yang sama..it is the essence of being human! kalo moo-moo bener-bener seekor sapi (bukan alter ego)..gak mungkin bisa begini..pernah denger ada sapi yang sedang makan rumput tiba-tiba kecewa dan frustasi? si sapi terus protes begini: "si petani bisa milih makan sayur atau pizza, aku lebih besar kuat dan kompeten dari dia..masak pilihanku hanya makan rumput?! mulai besok derajatku harus naik..harus ransumnya berganti pizza untuk makan siang!" bersyukurlah temen-temen..dunia sudah cukup kacau karena 5 milyar manusia yang banyak maunya..coba bayangkan kalo sapi-sapi ikut demo di bunderan HI?apa gak tambah macet?!

  5. moo-moo mulai merenung..kenapa ya kok ada yang menerima sedikit bersyukur dan ada yang menerima banyak mengamuk?kenapa moo-moo stress soal harga pertamax sementara ada yang bahagia selaluwalau gak pernah mampu beli bensin sekalipun? moo-moo jadi tersentak kagum! alangkah benernya para filsuf sepanjang abad! bagaimana moo-moo memberi arti, makna dan nilai kepada segala sesuatu sangat beda akibatnya dalam hidup.

  6. moo-moo bingung nih..kalo iya semua manusia gak ada yang mau untuk setuju tentang sesuatu, apa gak kiamat?misal: 210 juta penduduk Indonesia gak ada yang setuju bahwa mereka itu orang Indonesia..apa bisa disebut bangsa Indonesia bener-bener ada?kalo gitu..siapa yang bener dan siapa yang salah?menurut siapa?menurut atasan yang mikir kenaikan gaji segitu sudah terbaik untuk prestasi moo-moo atau menurut moo-moo yang mungkin merasa seharusnya moo-moo dihargai lebih dari itu?

  7. moo-moo semakin sadar bahwa arti hidup moo-moo tidak bisa muncul dari diri moo-moo sendiri, nilai moo-moo tidak bisa juga ditentukan oleh moo-moo maupun oleh siapapun sesama manusia. kenapa gak bisa?karena semua manusia yang penuh subjektivitas, tidak pernah lepas dari kemungkinan salah menilai. ketika salah menilai, baik ketinggian atau kerendahan..timbul deh yang namanya konflik, kecewa, ketidak puasan...

  8. moo-moo sadar sepenuhnya bahwa satu-satunya yang bisa menilai diri moo-moo secara benar adalah Tuhan yang menciptakan moo-moo. bukan hanya menilai secara benar, bagaikan suatu desain diciptakan untuk suatu tujuan, hanya pencipta moo-moo yang berhak menentukan tujuan hidup moo-moo...wuah masak sih?pasti pembaca banyak yang gak enak denger ini..masak kita gak boleh punya keinginan sendiri?cita-cita?ekspektasi?kemauan?kejam banget Tuhan!..hmm..kejam?sok kuasa?kurang mengasihi?..apa iya?jika sebuah botol dirancang untuk minuman dingin oleh desainernya, eeh si botol tetep ngotot bisa nampung air mendidih, bukannya rusak?!kejamkah si desainer karena dari awal memberi petunjuk penggunaan botol itu?bahwa botol itu paling sip untuk minuman dingin?..gak khan?justru dia sungguh baik dan bertanggungjawab, karena sejak awal sudah mencoba melindungi botol itu dari penggunaan yang bisa berakhir dengan kerusakannya.

  9. Jadi, darimanakah seharusnya moo-moo membangun nilai diri? dari Firman Tuhan! (baca: petunjuk tujuan, penggunaan dan kemampuan untuk manusia bernama moo-moo. tanda tangan: Allah Bapa Pencipta). moo-moo harus belajar terus agar jabatan, penghargaan atasan, bawahan, pujian, kenaikan gaji, cita-cita hidup, kegagalan, kesuksesan boleh boleh saja dinilai..tapi selalu dari kacamata Tuhan yang menciptakan moo-moo...

  10. moo-moo musti asistensi mahasiswi dulu yah..to be continued!

Nonton Sinetron?!

moo-moo bukan sapi yang..ehm..terlalu muda umurnya, sudah banyak yang ditonton selama ini. sayang sekali tv kabel 50 channel yang moo-moo pesen tidak semuanya bisa ditonton. emang ada yang bahasanya moo-moo gak ngerti sama sekali, tapi justru tv indo, bahasa 'ibu' moo-moo yang paling susah ditonton. Selain siaran berita yang setia memberikan update terhadap segala ragam kekacauan dinegeri tercinta ini, hampir semua tontonan saat ini membuat otak moo-moo bagaikan otak sapi goreng telor...sambil bersyukur karena belom harus mengawasi tontonan anak (sapi jomblo ngomongin ngawasin anak??) dengan rasa mules takjub moo-moo mencicipi program nan kekal sepanjang masa yang pernah dihasilkan stasiun tv kita. bukan program dokumenter yang diagungkan dinegara barat, bukan film berkelas oscar, emmy, citra dan temen-temennya...bukan keajaiban alam ala animal planet atau kemegahan penemuan ala discovery channel...tetapi SINETRON! program tanpa batas kekal nan abadi, penghasil tumpukan uang dan bentuk penyelamatan otak manusia indonesia (awet soalnya kurang dipakai buat yang susah). Pasti pembaca ada yang tersinggung..beraninya sapi ini..namanya saja hiburan, eskapis, melepaskan stres realita kehidupan yang lebih gak masuk akal dari film! kenapa sih moo-moo cari gara-gara?!

moo-moo dengan polosnya mengamati sejarah pertelevisian Indonesia..

jaman tempo doloe, ketika nomor channel apapun yang dipencet ketemu wajah bapak presiden atau kalimat legendaris 'atas petunjuk bapak presiden'. jaman lucu, dimana filem kita soal ibu tiri, anak yatim, pelawak, anak desa dan petani. dimana tokoh baik masih lebih gede porsi main filmnya dibanding tokoh jahat. Jaman itu moo-moo masih laku masuk film pemadangan, sama kebo,unyil, burung, bunga di padang. cerita rakyat dan wayang memenuhi layar kaca, petuah dan nasehat mengakhiri setiap acara. moo-moo diajak nyanyi lagu-lagu nusantara..bangga dan kagum akan keteladanan para pendahulu kita..

jaman berubah..jaman terbitnya tv swasta..moo-moo dengan antusias melahap kegantengan dan kecantikan para jagoan dari negara nun jauh disana. anak-anak bercita-cita menjadi seorang jenius teknik seperti mcgyver, seorang pahlawan bermobil cerewet, menjadi si petualang pencinta alam jacques costeau, menjadi satria pedang atau jago tembak pembela kebenaran. anak muda bercita-cita cantik seperti baywatch huehehehe..

perlahan tapi pasti, dibantu dengan semakin turunnya nilai rupiah tercinta, si koboi terlalu mahal untuk dipinang, si penjaga pantai terpaksa diputar (disuruh lari dipantai)berulang-ulang. kemanakah idola bagi anak-anak jaman ini?dengan kreatif para pengusaha menghadirkan kembali realita, kisah teladan keluarga Indonesia, kisah perjuangan dan inspirasi kemajuan, kisah kemenangan dalam kondisi yang sulit...sayang tak lama..

Ah bosan..bosan!..mana bisa menang bersaing dengan keteladanan? rupanya dengan semakin menghilangnya keteladanan di masyarakat ini, ketidakwajaran lebih laku untuk dijual...masyarakat ini ternyata sudah semakin sakit terhimpit situasi. tontonan khan bukan untuk 'hanya' mengisi pengetahuan, bukan harus informasi, bahkan bukan lagi untuk menghibur..tontonan lebih oke dari obat bius melarikan diri dari realita, boleh donk memuaskan nafsu akan ketidaknyataan, memuaskan ilusi memperoleh segala tanpa usaha dan tanggungjawab pribadi. moo-moo melihat remote control berubah menjadi senjata, penonton menjadi raja, survei rating acara lebih tinggi dari Tuhan, etika apalagi moralitas. wajar dan seharusnya identik dengan membosankan..harus yang lain daripada yang lain donk!

bangga jadi anak jaman sekarang..bisa belajar lebih dini akan liku-liku hidup!gak dibohongin kayak moo-moo waktu dulu, masak keluarga baik-baik?masak gak ada ributnya?gak realistis!gak dramatis!mau tahu tentang realita kehidupan?cita-cita?pergaulan yang tak ketinggalan jaman?belajarlah semua dari sinetron!

dari usia dini anak bisa belajar melawan orang tua, mengaktualisasikan diri.dari remaja kita boleh bangga, betapa remaja pemuda seluruh Indonesia tidak kalah dengan remaja diluar. berani memaki, berani berkelahi, berkata kasar dan pandai memanfaatkan orang lain. Dari kecil kita bisa bercita-cita, menjadi terkenal, dipuja dan dikagumi, menghirup udara dari mal ke mal, bergelimang kesuksesan. Idola?banyak! menjadi artis sinetron menjadi cita-cita luhur generasi penerus bangsa..menggantikan si kecil tempo doloe yang ingin sepintar McGyver, menggantikan si calon pembela kebenaran, si pecinta alam dan penemu, si dokter baik hati, si guru yang mulia, si anak yang sopan dan berbakti...alangkah indahnya hidup seperti ini, masuk keluar cek dan ricek, kawin cerai dan berkata bijak di acara gosip..waktu pemilu dikejar partai..jadi caleg mempesona publik...

moo-moo bingung memilih channel..channel demi channel serupa walau tak sama..atau bahkan sama persis hanya beda cerita..para idola sedang berperan dalam dua sinetron yang berbeda..memerankan akting terbaiknya: berganti antara menangis sedih, berlagak judes dan memaki..dimana kedalaman makna?dimana kedalaman karakter? semakin sulit dicari..kemana tv yang dulu masih mau memperkenalkan keteladanan?kini keteladanan hanya muncul di natal dan bulan ramadhan, selebihnya kembali ke semua yang berlebihan, marah yang berlebihan, kaya yang berlebihan, tangis yang berlebihan, kejam yang berlebihan..disebelah rumah terdengar, anak berumur 5 tahun belajar memaki pembantu, didalam toko terlihat seorang anak mengatai ibunya..sungguh hebat..... sarana pendidikan, wikipedia rakyat..

moo-moo mulai pikir kalo harus menabung..menabung alat yang otomatis bisa mematikan tv yang memilih sinetron..menabung sisa-sisa siaran bangsa yang masih bisa dicontoh..harap-harap cemas..semoga anak moo-moo nanti, masih bisa melihat siaran keteladanan dalam bahasanya sendiri...

Jumat, 05 September 2008

memilih politikus yang bukan poli(banyak)-tikus

Kampanye pemilu dimulai...kalo moo-moo gak begitu bingung lihat sepak terjang parpol dan anggota DPR ..mungkin aja pengen ikut berpolitik..sayangnya..saking rumit, ngawur dan semakin tidak bisa diteladaninya parpol kita moo-moo semakin apatis...aman jadi sapi aja deh..lha percuma yang ngawur tetep dipilih aja..moo-moo punya kisah lama tentang asal usul politikus..pantesan kacau ya?

Asal Mula Politikus Indonesia: the origin of species (9 Februari 2006)

Bangsa ini telah 65 tahun berpolitik sebagaimana yang kita nikmati setiap hari, melahirkan politikus politikus ulung dari jaman ke jaman. Ada sebagian orang berkata, politik itu jorok dan tak kenal kejujuran, ada juga yang sampai tega berpendapat, sebagaimana kertas tisu toilet itu perlu dipakai dan langsung dibuang, demikianlah politikus. Perlu untuk membersihkan hal-hal yang jorok, sendiri tercemari dan segera harus dibuang ke lubang toilet. Aduuh, masak sih selalu harus seperti itu? Sebagai bangsa yang 'kadang' mendistorsikan atau melupakan sejarah, kita toh tetap sedikit banyak ingat. Kalo tidak salah...dulu banyak juga politikus ulung yang tidak berakhir mengenaskan atau memalukan seperti sekarang. Konon kisahnya, politikus ulung dan raja-raja besar Nusantara, benar-benar 'lengser keprabon' (bukan terpaksa lho) setelah mencapai jaman keemasannya. Wibawanya tetap!...suaranya...bagaikan petuah bertatahkan intan permata. Sampai wafatnya, mereka dikenang dan ditangisi rakyat yang pernah diayomi. Jasanya dan dedikasinya dikenang dalam buku-buku pelajaran sejarah (setidaknya kalau tidak dihapus oleh penggantinya yang sirik). Nah..yang heran, sumber daya manusia politik bangsa ini mengalami devolusi dari tahun ke tahun. Seiring dengan bertambahnya populasi bangsa, kelangkaan-kepunahan integritas, kejujuran, teladan semakin kronis. Penulis terheran-heran, betapa konsisten bobroknya politikus masa kini. Selain selingan segelintir orang idealis kepepet (yang biasanya mati muda karena stres, penyakit misterius dan racun arsenik), bau busuk dunia politik bangsa ini sudah bagaikan tempat penampungan akhir. Setelah berpuasa menulis dalam rangka meng-amin-i setitik optimisme ditahun yang baru, penulis terserang gatal-gatal kembali akibat pemberitaan media. Bagaikan psikologi perkembangan membagi tahap perkembangan manusia kedalam tahapan-tahapan umur yang jelas, marilah kita menganalisa bagaimana sebagian politikus-politikus kita dibesarkan.

Dimanakah sebagian besar bayi politikus terkini bangsa ini lahir? Apa bedanya dengan politikus-negarawan jaman dahulu kala? Didalam konteks lingkungan keluarga semacam apa Sang Bayi Politikus lahir? Gaya hidup semacam apa dan status sosial semacam apa? Yuk..kita telusuri..

Balada Bayi Dinasti Politik

Yang pertama adalah Bayi dinasti politik, bayi-bayi ini dilahirkan ditengah keluarga yang secara turun temurun menjadi pemain dalam panggung politik bangsa, sejak lahir, ASI penuh vitamin politik sudah dicerna, dibesarkan dengan mengenal kehidupan terkenal keluarganya. Bayi Dinasti Politikpun ada dua macam, Dinasti yang sedang berkuasa dan yang pernah (alias sudah digusur) berkuasa. Yang satu camilannya adalah kekuasaan dan kebebasan berbuat apa saja, sedang yang satu lagi penghinaan, pengucilan (tapi masih punya duit sisa korupsi), kegetiran dan motivasi untuk membalas. Trik-trik bermusyawarah untuk mufakat sudah mendarah daging, disertai kemampuan alamiah bernegosiasi dibelakang layar. Masa balita indah diteruskan dengan masa remaja yang penuh percaya diri. Belajar arti sebuah nama keluarga, tak pernah salah tak pernah perlu bertanggungjawab. Adukan segalanya kepada ortu maka celakalah siapapun yang berani mengatakan engkau salah. Intimidasi, merek merek mewah dan pesta mengiringi. Sekolah apa gunanya? Kekuasaan dan surat sakti, kebal hukum hasilnya. Belajar menyuarakan pendapat, belajar berdalih didepan publik, semua itu hanya berkah yang diatas, sudah sewajarnya jika kita memperoleh segalanya. Latihan senyum politik, yang menyejukkan hati rakyat, latihan berkata arif, lain dihati lain dimulut.

Balada Bayi Tokoh Agama

Bayi yang secara otomatis dalam bangsa yang (katanya) religius ini, terjamin masa depan politiknya. Sebagai bangsa yang berketuhanan, tak ada yang lebih ampuh daripada status keagamaan untuk terjun kedalam dunia politik. Pendidikan, kesantunan dan visi yang jelas bagi masa depan bangsa disusulkan kalau perlu saja. Nama besar tokoh agama, gelar religius dan dukungan ormas keagamaan bagaikan ilmu sakti anti kritik. Bagaimana tidak, mengkritik tokoh agama diidentikkan dengan mengkritik ajaran agamanya. Keangkeran dan rasa hormat, belajar bagaimana mendua hati. Jikalau ingin sesuatu, katakan saja bahwa itu kehendak Yang Kuasa! Toh selalu menjadi penyambung lidah Yang Kuasa. Biasakan berbicara dengan ayat-ayat suci, lancar berkata-kata luhur, niscaya kuasa datang dengan sendirinya. Tak usah belajar ilmu apapun, ilmu menafsir dan ilmu memutarbalikkan ajaran saja sudahlah cukup. Ilmu apapun, rasio apapun, logika apapun tidak laku jika berhadapan dengan apa yang dikatakan 'sabda' mahakuasa.

Balada Bayi Tengkulak

Mereka yang lahir dalam keluarga pedagang atau tengkulak, yang sejak kecil menikmati susu kaleng hasil kongsi orangtuanya dengan pejabat dan aparat. Kata pertamanya berhubungan dengan uang, dan hidupnya ditujukan untuk uang. Halal haram bukan masalah, keyakinan akheratpun bisa disesuaikan, asal untung didunia. Masa remaja semakin mengkonfirmasi, uang menyelesaikan segalanya, sogok menyogok itu biasa, toh wajar saja didalam bangsa ini. Manipulasi dan penimbunan tak usah susah, toh yang namanya dagang hukumnya selalu harus untung.

Balada Bayi Selebritis

Mereka yang dilahirkan nan rupawan. Ganteng dan cantik dengan orangtua yang penuh ambisi, seluruh detik kehidupannya diabadikan oleh kamera, sejak kecil pesona kecantikan adalah alat. Hari-hari dilalui, mulai dari lomba bayi sehat hingga lomba nyanyi. Lomba kecantikan dan foto model. Keyakinan diri tak ragu lagi, rayuan maut bukan masalah. Ketenaran berlanjut, keatas panggung dunia hiburan, semakin dicintai dan dikagumi, dibawah lampu sorot dan terbalut cerita fiksi. Badan aduhai wajah yang amboi, dikenal oleh semua pencinta sinetron, idola semua pembantu dan ibu rumah tangga. Menjadi supplier utama infotainment, memberikan lapangan kerja yang begitu besar dengan bersensasi dan berskandal ria.

Balada Bayi Organisatoris

Sejak kecil mereka sudah pintar mengatur, bahkan bisa mengatur pembagian makanan kecil suguhan. Mereka tipe yang bisa sukarela menawarkan diri memotong kue bagi semuanya, sambil menyisakan potongan terbesar buat dirinya sendiri. Mengatur siapa yang jadi penjahat dan pahlawan dalam permainan di playgroup, dilanjutkan dengan ketua kelompok, ketua kelas, ketua OSIS, ketua Ormas dan calon legislatif. Idealisme berkobar-kobar, atau setidaknya terlihat berkobar. Biasakan memberi insentif bagi orang lain untuk mendukung anda! Umbar janji-janji, jeli membaca ketamakan dan obsesi orang lain, gunakan kesempatan untuk membeli suara. Perlahan meniti jenjang kepangkatan, menuju puncak-puncak organisasi massa. Keahlian bermanuver terus dimatangkan, siapa tahu nanti dibutuhkan. Untuk menikam rekan atau atasan dari belakang. Muncul sebagai penyelamat dan suara 'agung' yang bijaksana. Bijaksana bijaksini, asal untung teman menjadi lawan. Dekat siapa jauh siapa, siap berteman dan siap berkhianat bila perlu.

Balada Remaja menjelang Dewasa di Partai Politik

Setelah perjuangan yang melelahkan dilingkungannya masing-masing, bayi bayi politik yang imut-imut ini tumbuh dan mulai dewasa. Setelah dipikir-pikir, setelah perjuangan hidup yang melelahkan itu, mereka telah tiba dipuncak dunianya masing-masing.

Sang bayi dinasti politik penguasa telah menjadi Pangeran yang siap mewarisi tahta politik, bayi dinasti politik lainnya (mantan penguasa) telah siap sebagai tokoh oposisi yang dipenuhi stiker, poster, spanduk promosi keagungan masa lalu keluarganya. Kedua bayi ini sudah dianggap layak tanpa perlu fit and proper test. Darah katanya menjamin, genetika menjamin integritas dan kejujuran mereka.

Bayi tokoh agama juga telah mencapai puncak, kata-kata mereka bagaikan interlokal langsung dari Yang Kuasa. Bersama dukungan habis-habisan dari pengikut, misi dan visi mereka dianut oleh pengikutnya. Dijalankan dengan penuh ketaatan, tak boleh dipertanyakan apalagi diragukan. Ormas-ormas pendukung diri sudah disiapkan, untuk meluncurkan diri ke puncak keagungan.

Bayi tengkulak telah berkendaraan mewah dan berkantor tingkat, konglomerat-konglomerat dibidangnya masing masing. Hasil jerih payah koneksi, kolusi dan nepotisme telah melahirkan buahnya. Tak ada bisnis yang tak tersentuh, tak ada tender yang tak mungkin dimenangkan. Tinggal atur pasti beres. Belum cukup keuntungan, belum puas berdagang, masih ada yang tak tentu, memperlambat keuntungan dan memungkinkan kerugian.Tak disangka ekspansi bisnis mentok juga, membeli pejabat dan hakim ternyata ada batasnya, sungguh..ehem...mengherankan di negara ini.

Bayi selebritispun jenuh, jenuh dengan kepopuleran dan persaingan. Umur bertambah, saingan yang ganteng dan cantikpun bertambah. Setelah diversifikasi maksimal, jual wajah rupawan, tubuh pesona dan suara menghanyutkan. Sinetron, album lagu, iklan, kawin cerai dan operasi...Apalagi yang bisa dilakukan, agar kepopuleran tidak menyusut?

Bayi organisatoris telah menjadi pemimpin. Teriakan dan slogannya memukau massa, kepemimpinannya diidolakan oleh golongannya. Pujian bertubi-tubi, putra kebanggaan daerah, simbol suku tertentu, agama tertentu. Fotonya dipajang dikantor-kantor, namanya diberikan ibu- ibu penggemar pada bayi-bayi yang baru lahir. Kata sang ibu..cepat besar nak, kelak sepintar tokoh itu!

Setelah mencapai puncak dibidangnya masing-masing, muluslah langkah bayi-bayi itu menuju tempat terhormat. Tempat termulia didalam masyarakat berbangsa dan bernegara! Gedung megah di Senayan, dengan pagarnya yang baru, kuat, tinggi menjulang dan anti demo, dengan parkiran yang luas untuk mobil-mobil mewah. Setelah kekaguman masyarakat dibidangnya masing-masing diperoleh, tinggal menorehkan nama dalam sejarah.

Sang bayi dinasti politik tampil penuh percaya diri, bukankah dia sudah seumur hidup menunggu saat ini? bagaikan putra mahkota (bukan 'wakil' yang dipilih rakyat) dia melangkah tegas. Yakin-seyakin-yakinnya akan Hak yang dimilikinya untuk berkiprah. Terbayang wajah orang tua dan sanak saudara, rasa bangga melanjutkan 'tradisi' keluarga...yang dalam hiruk pikuk politik bangsa ini, seringkali jadi motivasi utama berbungkuskan nasib rakyat.

Bayi tokoh tokoh agamapun melangkah yakin, beberapa diantara mereka punya visi yang jelas. Visi mengagungkan Khalik, melalui keluhuran ajaran. Sebagian lagi dari mereka melihat bangsa yang dipertobatkan, disterilkan dari orang-orang kafir. Agenda mereka bukanlah kesatuan bangsa, tetapi kemenangan golongan dan pemusnahan semua yang tidak sejalan. Dasar mereka bukanlah dasar negara, tetapi fanatisme sempit yang dirias cantik. Apanya yang salah? bukankah Yang Kuasa memihak kita? segalanya pasti benar jika Yang Kuasa dipihak kita. Membunuhpun dianugerahkan pemuasan nafsu, jikalau Yang Kuasa dipihak kita.

Bayi tengkulak terlihat berseri, tak ada yang lebih indah daripada Senayan! Disini segala bisnis bisa dilakukan, bersama dengan orang-orang yang mengerti dirinya. Apapun alasan dan latar belakangnya, betapa senangnya berdiskusi dan berkumpul dengan orang-orang yang bermain diaturan yang sama: keutungan diatas segalanya. Segalanya pintu yang tertutup kini terbuka, cukup bercengkerama diruang-ruang yang tersedia, jabat tangan dan dua macam senyum. Senyum untuk pers dan rakyat dan senyum untuk rekan 'sekerja'.

Bayi selebritispun puas, ini order yang tak kunjung putus! Masih banyak kampanye dihari esok. Suara penuh pesona, wajah nan rupawan dan lenggak lenggok tubuh, tak pernah gagal menarik pemilih, tampil cantik setiap hari, menjadi caleg tanpa halangan. Partai siapa yang tidak bangga, punya tokoh selebritis? Simpatisan mana yang tak terpukau?

Bayi-bayi organisatorispun dipenuhi semangat berapi-api! Demo-demo dan slogan idealisme telah mengatarkannya kekursi empuk di Senayan. Selesailah sudah jerih payah dan keringat! Disinilah perjuangan yang sesungguhnya dimulai! Hanya..kok sedikit berbeda dengan waktu didepan kampus...perjuangan disini bukan soal idealisme, tapi kompromi..bukan kebenaran tapi tukar guling...bukan tidak cukup uang untuk makan..tetapi amplop mana yang harus diterima atau ditolak. Bukan berdiri bersama yang punya integritas, tapi mem-beo-kan kehendak pimpinan parpol atau dewan. Ini lain sekali, harus mengikuti tata krama dan aturan, protespun harus diagendakan, tidak setujupun tidak boleh disuarakan kalo tidak dapat giliran. Ini untuk menjaga kehormatan dan martabat, toh namanya wakil rakyat yang termulia. Semua harus melalui prosedur, semua harus musyawarah untuk mufakat.

Demikianlah saudara saudari...balada pertumbuhan politikus di negeri ini, dari asal usul yang sederhana, tidak terlalu sederhana atau malah tidak jelas sama sekali. Tibalah mereka di Senayan, sebagian kecil berjuang dengan hati nuraninya, sebagian besar tidak pernah tahu apa yang namanya nurani. Sebagian kecil suara yang menyuarakan rakyat, sebagian besar menyuarakan kepentingan diri, golongan dan siapapun yang bisa membayar...kemana arah demokrasi bangsa ini hanya mereka dan Tuhan yang tahu...seperti bajaj saja, belok kemana hanya supir bajaj dan Tuhan yang tahu...hehehe Sampai kapankah bangsa harus puas dengan politikus semacam ini? ...hanya Tuhan yang tahu...